Melihat akibat kebakaran Gunung Bromo dari Kacamata Hukum. Apakah kasus ini memungkinkan diselesaikan oleh Pengacara Jakarta? Apa pasal yang menjeratnya? Kebakaran yang melanda di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sempat menjadi perbincangan hangat di seluruh Indonesia. Bagaimana tidak? diketahui dugaan penyebab dari kebakaran ini karena sekelompok wisatawan yang membawa dan menyalakan flare saat pemotretan prewedding.
Akibatnya, tragedi ini menghanguskan sekitar 504 hektar kawasan gunung Bromo. Kebakaran hutan ini tentunya berdampak sangat serius terhadap kesehatan masyarakat, perekonomian, hingga kerusakan lingkungan hidup.
Perlu diketahui, bahwa masalah ini juga termasuk pelanggaran hukum karena TNBTS termasuk kawasan hutan yang dilindungi oleh pemerintah. Maka dari itu, penting untuk mengetahui bagaimana melihat kebakaran gunung Bromo dari kacamata hukum.
Kronologi Kebakaran Gunung Bromo
Kronologi kebakaran gunung Bromo terjadi saat sekelompok wisatawan melakukan pemotretan prewedding di area bukit Teletubbies pada Rabu, 6 September 2023. Rombongan yang melakukan pemotretan tersebut menggunakan flare sebagai properti yang diduga menjadi pemicu terjadinya kebakaran.
Dari salah satu video yang beredar, diduga 6 orang pengunjung yang melakukan prewedding tersebut melakukan pembiaran terhadap kebakaran yang sudah melahap lahan di lokasi pemotretan. Mereka tampak tetap tenang dan tidak melakukan upaya pemadaman sehingga kobaran api terus membesar dan meluas.
Atas kejadian tersebut, Polres setempat akhirnya menetapkan satu tersangka yang merupakan manajer wedding organizer yang menyelenggarakan pemotretan. Sementara itu, 5 orang lainnya masih berstatus saksi dan tidak menutup kemungkinan akan bertambah menjadi tersangka.
Tindakan hukum ini juga tidak hanya didasarkan penggunaan flare, namun pihak tersangka juga tidak mengantongi surat izin untuk memasuki kawasan konservasi. Dari pelanggaran yang dilakukannya tersebut, tersangka terancam hukuman denda Rp1,5 miliar dan 1,5 tahun penjara.
Melihat Kebakaran Gunung Bromo dari Kacamata Hukum
Kasus kebakaran yang terjadi di kawasan gunung Bromo ini merupakan hal yang sengaja dilakukan oleh oknum tertentu yang berdampak pada rusaknya ekosistem alam. Pembakaran hutan yang dilakukan secara sengaja, dapat dikenakan denda serta sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Kehutanan.
Adapun pasal yang dapat dijerat kepada pelaku mengacu pada Pasal 78 ayat (4) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b Jo Pasal 78 ayat (5) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dan/atau Pasal 188 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Baca Juga : Masalah Ketenagakerjaan Bisa Diselesaikan Oleh Pengacara
Selain itu, pelaku juga dapat dijerat sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
Dalam ketentuan hukum terbaru, jeratan bagi pelaku yang secara sengaja maupun tidak sengaja melakukan pembakaran hutan telah diatur dalam Pasal 308 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.
Pasal tersebut menyatakan setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kebakaran dan membahayakan keamanan umum, maka dapat dipenjara setidaknya paling lama 9 tahun. Sedangkan, jika pembakaran tersebut dilakukan secara tidak sengaja, kesalahan, atau kealpaan sehingga membahayakan umum. Maka dapat dipidana penjara selama 5 tahun. Dengan melihat kebakaran gunung Bromo dari kacamata hukum ini, kita bisa tahu bahwa kasus tersebut merupakan sebuah pelanggaran hukum yang harus ditindak secara serius. Dan untuk membawa kasus ini ke ranah pengadilan, tentu membutuhkan peran pengacara. Agar mendapatkan putusan hakim seadil-adilnya sehingga masalah ini tidak akan terjadi lagi akibat kelalaian wisatawan.
Komentar Terbaru